Pada Kamis, 24 Juli 2025, ketegangan yang sudah berlangsung selama berminggu-minggu antara Thailand dan Kamboja mencapai titik puncaknya dengan serangan udara dari Thailand. Sebuah jet tempur F-16 Thailand dijatuhkan untuk mengebom sejumlah target di Kamboja, yang menandai eskalasi signifikan dalam sengketa perbatasan yang telah menewaskan sedikitnya dua warga sipil. Serangan ini terjadi setelah beberapa minggu ketegangan yang semakin memanas, akibat sengketa wilayah perbatasan yang kontroversial, serta tuduhan serangan dan penggunaan senjata berat dari kedua belah pihak.
Serangan Udara Thailand: Merespons Provokasi
Menurut militer Thailand, serangan udara dengan jet tempur F-16 ini merupakan bagian dari langkah taktis yang direncanakan untuk menghancurkan target-target militer Kamboja di sepanjang perbatasan yang disengketakan. Tindakan tersebut merupakan respons terhadap berbagai serangan artileri dan penggunaan senjata berat oleh pasukan Kamboja yang telah menyerang wilayah Thailand, khususnya daerah sekitar kuil Ta Moan Thom, sebuah kawasan yang telah lama menjadi titik sengketa antara kedua negara.
Wakil Juru Bicara Angkatan Darat Thailand, Richa Suksuwanon, mengonfirmasi bahwa pasukan Thailand telah menggunakan kekuatan udara sesuai dengan rencana militer mereka untuk menghancurkan target militer yang dianggap penting. Setelah serangan ini, Thailand juga memutuskan untuk menutup perbatasan dengan Kamboja, yang semakin meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.
Bentrokan di Dekat Kuil Ta Moan Thom
Bentrokan yang dimulai pada Kamis pagi terjadi di dekat kuil Ta Moan Thom, yang terletak di perbatasan timur antara Kamboja dan Thailand. Kuil ini telah lama menjadi simbol sengketa teritorial antara kedua negara. Keterangan dari Sutthirot Charoenthanasak, kepala distrik Kabcheing di provinsi Surin, mengungkapkan bahwa peluru artileri yang ditembakkan oleh pasukan Kamboja jatuh mengenai rumah-rumah penduduk, menyebabkan dua warga sipil tewas. Dalam upaya untuk melindungi warga sipil, otoritas lokal melakukan evakuasi terhadap sekitar 40.000 orang dari 86 desa yang terletak di dekat perbatasan menuju lokasi yang lebih aman.
Selain serangan artileri, pihak Thailand juga melaporkan bahwa Kamboja mengerahkan drone pengintai sebelum pasukan bersenjata berat dikerahkan ke daerah yang dekat dengan kuil tersebut. Ketegangan semakin memuncak ketika pasukan Kamboja melepaskan tembakan yang melukai dua tentara Thailand.

Tuduhan Saling Menyerang: Kamboja dan Thailand
Seperti yang terjadi pada banyak konflik teritorial lainnya, kedua negara saling menuduh satu sama lain sebagai pihak yang memulai bentrokan ini. Pihak Thailand menyatakan bahwa serangan artileri yang diluncurkan oleh pasukan Kamboja adalah tindakan agresif yang menargetkan warga sipil dan pasukan Thailand. Sebaliknya, pihak Kamboja mengklaim bahwa serangan tersebut merupakan respons terhadap serangan yang dianggap tak beralasan dari militer Thailand.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Kamboja bahkan menegaskan bahwa pasukan Kamboja hanya merespons serangan yang dilakukan oleh pasukan Thailand di wilayah mereka. Ketegangan ini semakin meningkat setelah insiden-insiden sebelumnya, seperti serangan ranjau darat yang menyebabkan beberapa tentara Thailand terluka, termasuk beberapa korban yang harus diamputasi. Insiden tersebut juga memperburuk hubungan diplomatik antara kedua negara.
Protes dan Tindakan Diplomatik: Dampak Konflik Terhadap Hubungan Bilateral
Ketegangan yang terjadi tidak hanya berdampak pada situasi di perbatasan, tetapi juga mengarah pada tindakan diplomatik yang lebih tegas antara kedua negara. Thailand menarik duta besarnya dari Phnom Penh dan mengusir duta besar Kamboja dari Bangkok setelah insiden ledakan ranjau yang melukai lima tentara Thailand. Selain itu, Perdana Menteri sementara Thailand, Phumtham Wechayachai, mengumumkan bahwa negara mereka akan mengkaji ulang tingkat hubungan diplomatik dengan Kamboja sebagai respons terhadap serangan ranjau yang terjadi di sepanjang perbatasan.
Dalam pernyataan terpisah, Thailand juga menyatakan protes terhadap penempatan ranjau darat oleh Kamboja di wilayah yang disengketakan. Kamboja membantah tuduhan tersebut, dengan mengatakan bahwa ranjau yang dimaksud merupakan ranjau sisa dari perang saudara yang telah berlalu. Namun, Thailand tetap bersikeras bahwa ranjau tersebut telah dipasang baru-baru ini dan merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
Perbatasan yang Tak Pernah Usai: Sejarah Sengketa Teritorial Thailand dan Kamboja
Sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja bukanlah masalah baru. Sejak lebih dari satu abad yang lalu, kedua negara telah memperebutkan kedaulatan atas wilayah-wilayah tertentu di sepanjang perbatasan darat mereka, yang sepanjang 817 kilometer. Pertempuran kecil telah terjadi secara sporadis selama bertahun-tahun, dengan insiden baku tembak artileri yang terjadi pada 2011 sebagai salah satu momen puncaknya.
Selain itu, pada bulan Mei 2025, ketegangan kembali meningkat setelah terbunuhnya seorang tentara Kamboja dalam baku tembak singkat, yang memicu reaksi diplomatik yang lebih besar. Konflik ini semakin memperburuk hubungan bilateral antara Thailand dan Kamboja, yang sebelumnya sempat mencoba meredakan ketegangan melalui upaya diplomatik, termasuk percakapan antara Perdana Menteri Thailand yang kini diskors, Paetongtarn Shinawatra, dan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen.
Namun, percakapan tersebut memicu badai politik di Thailand dan menyebabkan penangguhan sementara jabatan Perdana Menteri. Sementara itu, di Kamboja, Perdana Menteri Hun Sen menuduh militer Thailand melakukan serangan terhadap dua provinsi di wilayah mereka, yang semakin memperburuk situasi di kawasan tersebut.
Menghadapi Krisis Diplomatik: Jalan Menuju Penyelesaian Damai
Dengan semakin memanasnya ketegangan di perbatasan Thailand-Kamboja, krisis diplomatik yang sedang berlangsung memerlukan perhatian serius dari komunitas internasional. Penyelesaian damai dan dialog yang konstruktif antara kedua negara sangat penting untuk menghindari eskalasi lebih lanjut dan mencegah lebih banyak korban yang jatuh, terutama di kalangan warga sipil yang sering kali menjadi korban utama dalam konflik semacam ini.
Kedua negara perlu kembali ke meja perundingan untuk mencari solusi yang adil dan damai dalam menyelesaikan sengketa perbatasan yang telah berlangsung lama. Untuk itu, peran ASEAN dan negara-negara besar seperti Jepang, yang memiliki kepentingan di kawasan ini, sangat penting dalam memfasilitasi proses diplomatik dan memperkuat komitmen terhadap perdamaian dan stabilitas regional.
Kesimpulan: Menghindari Eskalasi Konflik
Sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja kembali menunjukkan betapa rapuhnya perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Serangan udara Thailand yang menghancurkan target militer di Kamboja memperburuk ketegangan yang sudah memanas, mengarah pada meningkatnya korban jiwa dan kerugian materiil. Kedua negara perlu mengambil langkah-langkah diplomatik yang tegas untuk meredakan ketegangan ini dan memastikan bahwa perlindungan terhadap warga sipil menjadi prioritas utama. Dialog, pengertian bersama, dan kepatuhan terhadap hukum internasional adalah kunci untuk mencapai penyelesaian damai yang dapat mengakhiri konflik ini secara adil dan manusiawi.