Pendiri Lembaga Anti-Pencucian Uang Indonesia (LAPI), Ardhian Dwiyoenanto, memberikan respons terkait isu penyamaran kepemilikan kendaraan milik mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK). Dalam konteks ini, Ardhian mengungkapkan bahwa tindakan penyamaran yang diduga dilakukan RK dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU). Menurutnya, modus ini dikenal dengan istilah “use of nominee,” di mana pihak yang bertindak atas nama pihak lain dalam kepemilikan atau pengelolaan aset dapat menciptakan kerumitan dalam melacak asal-usul harta.
Modus Penyamaran dalam Tindak Pidana Pencucian Uang
“Dalam kazana TPPU, modus tersebut dikenal dengan istilah use of nominee,” ungkap Ardhian dalam keterangan tertulisnya pada Senin, 28 Juli 2025. Ia menjelaskan bahwa kendaraan yang diduga disamarkan oleh RK merupakan salah satu cara yang umum digunakan oleh para koruptor untuk menyembunyikan hasil kejahatan mereka, atau yang dikenal sebagai proceeds of crime. “Di mana ditemukan ada fakta diduga pejabat negara tersebut menyamarkan atau menyembunyikan hasil kejahatannya berupa kendaraan (barang bergerak) yang diatasnamakan pegawainya,” lanjut Ardhian.
Penjelasan dari KPK
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, juga memberikan penjelasan terkait dugaan penyamaran kepemilikan kendaraan oleh Ridwan Kamil. Ia menyebutkan bahwa sejumlah surat kepemilikan kendaraan tersebut tidak terdaftar atas nama RK, melainkan atas nama orang lain, yaitu pegawai RK. “Kalau tidak salah itu ajudannya atau pegawainya. Beberapa kendaraan diatasnamakan di situ,” kata Asep, seperti dikutip dari Antara pada 25 Juli 2025.
Asep menolak memberikan rincian lebih lanjut mengenai dugaan penyamaran ini, dengan alasan bahwa penyidik KPK masih mendalami kepemilikan kendaraan sebelum memanggil Ridwan Kamil untuk diperiksa. “Kenapa RK belum diperiksa? Kami sedang mendalami itu (kepemilikan kendaraan Ridwan Kamil),” ujarnya.
Proses Penyitaan Kendaraan
Penyitaan sepeda motor Royal Enfield dari rumah RK terjadi pada 10 Maret 2025 sebagai bagian dari penyelidikan kasus dugaan korupsi dana iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB). Saat ini, sepeda motor tersebut berada di rumah penyimpanan benda sitaan negara (rupbasan). KPK sebelumnya mengonfirmasi bahwa sepeda motor Royal Enfield tersebut tidak terdaftar atas nama Ridwan Kamil dan tidak ada dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang disampaikan RK.
“Ya, jadi sepeda motor yang di rupbasan Cawang itu tidak masuk dalam LHKPN Saudara RK. Belum atau tidak masuk,” ungkap juru bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, pada 25 April 2025. Tessa juga menegaskan bahwa sepeda motor tersebut bukan milik Ridwan Kamil, tetapi enggan mengungkapkan siapa pemilik aslinya.

Kasus Dugaan Korupsi di Bank BJB
Dugaan penyamaran ini muncul di tengah penyelidikan KPK yang telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana iklan di Bank BJB. Para tersangka mencakup mantan Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi, dan pejabat lainnya. Keterangan awal yang diperoleh penyidik menunjukkan bahwa dana iklan yang diterima oleh enam agensi tersebut mencapai angka yang signifikan, dengan penunjukan agensi yang tidak sesuai dengan peraturan pengadaan barang dan jasa yang berlaku.
Tersangka YR dan WH diduga telah menyiapkan agensi-agensi tersebut untuk memenuhi kebutuhan dana nonbujeter, serta mengatur agensi-agensi yang memenangkan penempatan iklan. Dengan adanya dugaan penyamaran kepemilikan kendaraan dan korupsi dana iklan, kasus ini menunjukkan kompleksitas yang harus ditangani oleh KPK dalam upaya menegakkan hukum dan memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.
Kesimpulan
Tanggapan Ardhian Dwiyoenanto mengenai dugaan penyamaran kendaraan oleh Ridwan Kamil menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam kepemilikan aset oleh pejabat publik. Kasus ini menjadi perhatian publik dan menunjukkan tantangan yang dihadapi dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Dengan adanya penyelidikan yang sedang berlangsung, diharapkan akan ada kejelasan mengenai kepemilikan kendaraan dan konsekuensi hukum bagi para pelaku yang terlibat dalam praktik korupsi.
Penting bagi masyarakat untuk terus memantau perkembangan kasus ini dan mendukung langkah-langkah KPK dalam menegakkan hukum dengan adil dan transparan. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan dan sistem hukum di Indonesia dapat dipertahankan.