Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis 3 tahun 6 bulan penjara kepada Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. Putusan ini diambil setelah hakim menyatakan bahwa Hasto terbukti bersalah dalam kasus dugaan suap terhadap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, terkait dengan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
Keputusan Majelis Hakim
Ketua majelis hakim Rios Rahmanto membacakan amar putusan pada Jumat, 25 Juli 2025, dengan menyatakan, “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara tiga tahun dan enam bulan serta pidana denda sebesar Rp250 juta.” Dalam menjatuhkan vonis, majelis mempertimbangkan berbagai aspek yang memberatkan dan meringankan.
Pertimbangan Hakim
Faktor yang memberatkan adalah fakta bahwa Hasto tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi dan independensi lembaga KPU. Sebaliknya, hal-hal yang meringankan termasuk sikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum sebelumnya, serta tanggungan keluarga yang perlu dipertimbangkan.
Selain itu, majelis hakim juga memutuskan bahwa Hasto tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan KPK dalam perkara Harun Masiku, yang merupakan mantan calon legislatif PDIP. Hakim menilai bahwa Hasto tidak melanggar Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Sehingga majelis berkesimpulan terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan kesatu melanggar Pasal 21 Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP,” jelas anggota majelis hakim.
Tuntutan Jaksa
Vonis yang dijatuhkan tersebut lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum, yang sebelumnya meminta agar Hasto dihukum penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp600 juta, dengan subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan ini mencerminkan keseriusan kasus yang melibatkan Hasto, terutama terkait dugaan suap yang dilakukan.
Dakwaan terhadap Hasto mencakup pernyataan bahwa ia telah merintangi penanganan perkara Harun Masiku, yang sudah menjadi buron sejak 2020. Selain itu, Hasto dianggap telah memberikan suap kepada Wahyu Setiawan, yang merupakan mantan Kader PDIP, sejumlah Sin$57.350, atau setara dengan Rp600 juta. Suap tersebut diberikan untuk memastikan bahwa Wahyu mengurus penetapan PAW anggota DPR untuk Harun Masiku.

Implikasi Hukum
Kasus ini mencerminkan tantangan serius yang dihadapi oleh partai politik di Indonesia dalam hal integritas dan transparansi. Hasto, sebagai Sekjen PDIP, memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga nama baik partai dan memastikan bahwa tindakan anggota partai tidak mencederai kepercayaan publik. Vonis ini bisa menjadi sinyal bahwa tindakan korupsi akan ditindak tegas, terlepas dari posisi atau jabatan seseorang.
Respons Partai dan Publik
Respon terhadap putusan ini cukup beragam. Beberapa pihak menyambut baik keputusan hakim sebagai langkah positif dalam pemberantasan korupsi, sementara yang lain merasa kecewa dengan vonis yang dianggap masih terlalu ringan mengingat dampak dari tindak pidana korupsi. PDIP, sebagai partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri, diharapkan dapat mengambil langkah-langkah untuk membersihkan citranya pasca-vonis ini.
Masyarakat pun menilai bahwa penegakan hukum yang adil dan transparan sangat penting agar kejadian serupa tidak terulang. Kasus Hasto Kristiyanto menjadi pengingat bahwa semua pihak, terutama yang berada di posisi kekuasaan, harus bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Kesimpulan
Vonis 3,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Hasto Kristiyanto menunjukkan keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani kasus korupsi di Indonesia. Ini adalah langkah penting dalam upaya pemberantasan korupsi yang harus terus didorong untuk menciptakan sistem pemerintahan yang bersih dan transparan. Keputusan ini juga memberikan pesan bahwa tidak ada yang kebal hukum, dan semua pihak harus bertanggung jawab atas tindakannya.
Hasto akan menghadapi tantangan berat baik secara hukum maupun reputasi setelah vonis ini. Sebagai seorang politikus, langkah selanjutnya akan sangat menentukan karier politiknya di masa depan. Sementara itu, masyarakat berharap agar kasus ini menjadi momentum untuk perbaikan sistem politik dan hukum di Indonesia, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan dan partai politik.
Dengan adanya putusan ini, diharapkan bahwa semua pihak dapat belajar dari pengalaman ini dan berkomitmen untuk menjaga integritas di dunia politik. Seiring berjalannya waktu, akan terlihat bagaimana dampak dari keputusan ini terhadap PDIP dan juga terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia ke depannya.